Minggu, 26 Januari 2014

Aku Masih

*ini hanya cerita. Yang dibaca belum tentu tentang kehiduan nyataku. Jika itu tentangmu, mungkin hanya kebetulan*

Hari ini, 26 Januari 2014 aku masih disini. Dalam sepi kutuliskan cerita tentg kita, dalam sunyi ku cari tentang kenangan yang pernah singnah antara kita. Aku merindukan sosok dirimu. Merindukan sosok yang selalu hadir disetiap pagiku, merindukan sosok yang dapat membuatku tersenyum disaat aku menangis, kamu.

Mungkin memang semua telah berubah, semanjak saat itu. Semenjak kejadian malam itu. Kamu mengganggapku ap? Hanya sebatas temankah selama ini? Tapi kata sayang itu bermaksud apa? Tapi kata manja itu bermakna apa? Apakah itu juga kamu lakukan kemada semua teman wanitamu? Ditaruh dimana pikiranmu? Terlalu mudah bagimu untuk memermainakan wanita.

Bermula dari pesan singkatnya, memanggilku “Sayang?”. Aku tak mengerti bagaimana jalan pikirannya itu. Yang aku tahu aku menyukainya, tapi sepertinya dia tidak ada rasa kepadaku. Aku ingin mengerti tentang kejelasan status hubunan kita. Aku tidak ingin jika aku digantung ssemacam ini. Aku tidak ingin hanya menjadi perisnggahan sesaat. Aku tidak ingin memperjuangkan seseorang yang tidak memperjuangkanku juga. Aku tidak ingin semua itu terjadi.

Ku beranikan jari-jari ku membalas pesannya, “Iya. Apa kabar dengan status hubungan kita? Kita hanya teman kan? Mengapa kau selalu menyapaku dengan panggilan sayang? Aku butuh kejelasan saat ini juga”. Kunani balasannya dengan cemas, ku pegang erat-erat ponselku. Ku tatap layar ponselku dengan mata yang muali berkaca-kaca. “aku butuh kejelasan!”.

Ponselku berdering. Dia menelponku. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus mengangkat telepon dan memberi tangisan untuknya? Apakah aku layak memberi tangisan ku pada dia? Apakah aku sanggup berbicara dengan dia?. Dengan keberaniaku yang maksimal, aku angkat telepon dari dia.
“Iya.” Jawabku dengan singkat dan lemas. Dari jauh sana aku mendengar sosok yang dingin sekali. Sunyi sepi yang aku rasakan dari ujung elepon sana. Apa yang ingin dia katakan? Mengapa dia juga hanya diam seribu bahasa seperti ku? Haruskah aku yang memulai terlebih dahulu? “Apa yang kamu inginkan dari hubungan kita?” kata kata itu mengawali suaranya. Jangtungku langsung berdetak dengan cepatnya. Dan segera kususun rangkaian kata dengan cepat “Kamu salah menanyakan itu kepadaku. Yang seharusnya minta kejelasan hubungan itu aku. Kita sudah berteman dekat cukup lama. Aku sudah memberi semua yang kamu inginkan. Tugas sekolah, makanan, minuman, kebahagiaan, kesenangan, dandan bahkan aku rela memberimu ciuman. Apa kurang rasa sayang yang aku tunjukkan kepadamu? Apa yang seharusnya aku lakukan agar kamu bisa menyayangiku sepenuhnya? Aku.. aku hanya...” aku berhenti berbicara, karena aku tak sanggu lagi melanjutkan perkataanku. Dadaku sesak dengan sendirinya. Dan dari ujung telepon sana menjawab “Kamu hanya temanku. Kamu hanya teman teristimewa yang kau miliki saat ini. Yang aku inginkan semua ada di kamu. Aku mengingikanmu. Aku juga menyayangimu, seperti apa yang kamu rasakan padaku. Tapi yang aku inginkan dalam hubungan kita hanya status pertemanan. Dan gak mungkin akan lebih”. Deg.. tanganku langsung lemas memegang ponselku. Ingin rasanya aku mematikan ponselku sesaat. “Iya” jawabku singkat, dan aku segera mematikan ponselku.

Semenjak kejadian hari itu, aku dan dia tidak berkomunikasi lagi. Kita mulai menjauh, kita mulai jarang bertemu, kita sudah takk bersama. Jikalau kita berpapasan, aku segera memutarkan arah berjalanku menuju arah berlawanan. Aku sangat kecewa dengan dia. Tapi dibalik rasa kecewa itu aku juga menyimpan rasa maluku kepada dia. Terlalu berani sekali aku mengatakan tentang yang ada dibenakku. Aku sayang dia.

Waktu cepat berlalu, menghapus semua kenangan tentang kita. Disini, dipagi ini aku masih memikirkanmu, sayangku. Teman yang sangat aku sayangi, yang aku cintai. Apakah salah jika saat ini aku masih memendam perasaan kepadamu? Apakah salah itu?

Aku masih...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar