*ini hanya cerita. Yang dibaca belum tentu tentang kehiduan
nyataku. Jika itu tentangmu, mungkin hanya kebetulan*
Hari ini, 26 Januari 2014 aku masih disini. Dalam sepi
kutuliskan cerita tentg kita, dalam sunyi ku cari tentang kenangan yang pernah
singnah antara kita. Aku merindukan sosok dirimu. Merindukan sosok yang selalu
hadir disetiap pagiku, merindukan sosok yang dapat membuatku tersenyum disaat
aku menangis, kamu.
Mungkin memang semua telah berubah, semanjak saat itu. Semenjak
kejadian malam itu. Kamu mengganggapku ap? Hanya sebatas temankah selama ini? Tapi
kata sayang itu bermaksud apa? Tapi kata manja itu bermakna apa? Apakah itu
juga kamu lakukan kemada semua teman wanitamu? Ditaruh dimana pikiranmu? Terlalu
mudah bagimu untuk memermainakan wanita.
Bermula dari pesan singkatnya, memanggilku “Sayang?”. Aku tak
mengerti bagaimana jalan pikirannya itu. Yang aku tahu aku menyukainya, tapi
sepertinya dia tidak ada rasa kepadaku. Aku ingin mengerti tentang kejelasan
status hubunan kita. Aku tidak ingin jika aku digantung ssemacam ini. Aku tidak
ingin hanya menjadi perisnggahan sesaat. Aku tidak ingin memperjuangkan
seseorang yang tidak memperjuangkanku juga. Aku tidak ingin semua itu terjadi.
Ku beranikan jari-jari ku membalas pesannya, “Iya. Apa kabar
dengan status hubungan kita? Kita hanya teman kan? Mengapa kau selalu menyapaku
dengan panggilan sayang? Aku butuh kejelasan saat ini juga”. Kunani balasannya
dengan cemas, ku pegang erat-erat ponselku. Ku tatap layar ponselku dengan mata
yang muali berkaca-kaca. “aku butuh kejelasan!”.
Ponselku berdering. Dia menelponku. Aku tak tahu apa yang
harus aku lakukan. Apakah aku harus mengangkat telepon dan memberi tangisan
untuknya? Apakah aku layak memberi tangisan ku pada dia? Apakah aku sanggup
berbicara dengan dia?. Dengan keberaniaku yang maksimal, aku angkat telepon
dari dia.
“Iya.” Jawabku dengan singkat dan lemas. Dari jauh sana aku
mendengar sosok yang dingin sekali. Sunyi sepi yang aku rasakan dari ujung
elepon sana. Apa yang ingin dia katakan? Mengapa dia juga hanya diam seribu
bahasa seperti ku? Haruskah aku yang memulai terlebih dahulu? “Apa yang kamu
inginkan dari hubungan kita?” kata kata itu mengawali suaranya. Jangtungku langsung
berdetak dengan cepatnya. Dan segera kususun rangkaian kata dengan cepat “Kamu
salah menanyakan itu kepadaku. Yang seharusnya minta kejelasan hubungan itu
aku. Kita sudah berteman dekat cukup lama. Aku sudah memberi semua yang kamu
inginkan. Tugas sekolah, makanan, minuman, kebahagiaan, kesenangan, dandan
bahkan aku rela memberimu ciuman. Apa kurang rasa sayang yang aku tunjukkan
kepadamu? Apa yang seharusnya aku lakukan agar kamu bisa menyayangiku
sepenuhnya? Aku.. aku hanya...” aku berhenti berbicara, karena aku tak sanggu
lagi melanjutkan perkataanku. Dadaku sesak dengan sendirinya. Dan dari ujung
telepon sana menjawab “Kamu hanya temanku. Kamu hanya teman teristimewa yang
kau miliki saat ini. Yang aku inginkan semua ada di kamu. Aku mengingikanmu. Aku
juga menyayangimu, seperti apa yang kamu rasakan padaku. Tapi yang aku inginkan
dalam hubungan kita hanya status pertemanan. Dan gak mungkin akan lebih”. Deg..
tanganku langsung lemas memegang ponselku. Ingin rasanya aku mematikan ponselku
sesaat. “Iya” jawabku singkat, dan aku segera mematikan ponselku.
Semenjak kejadian hari itu, aku dan dia tidak berkomunikasi
lagi. Kita mulai menjauh, kita mulai jarang bertemu, kita sudah takk bersama. Jikalau
kita berpapasan, aku segera memutarkan arah berjalanku menuju arah berlawanan. Aku
sangat kecewa dengan dia. Tapi dibalik rasa kecewa itu aku juga menyimpan rasa
maluku kepada dia. Terlalu berani sekali aku mengatakan tentang yang ada
dibenakku. Aku sayang dia.
Waktu cepat berlalu, menghapus semua kenangan tentang kita. Disini,
dipagi ini aku masih memikirkanmu, sayangku. Teman yang sangat aku sayangi,
yang aku cintai. Apakah salah jika saat ini aku masih memendam perasaan
kepadamu? Apakah salah itu?
Aku masih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar